DIRGAHAYU KAPRIBADEN KE 4 WINDU (32 TH)

Forum sebagai salah satu sarana Gosok Ginosok yang dilandasi semangat dalam menjalani Laku Kapribaden "Laku Kasampurnan Manunggal Kinantenan Sarwo Mijil".
Forum rules
Forum sebagai salah satu sarana Gosok Ginosok yang dilandasi semangat dalam menjalani Laku Kapribaden "Laku Kasampurnan Manunggal Kinantenan Sarwo Mijil".
Post Reply
ssuhartono
Posts: 71
Joined: Mon Apr 14, 2008 5:08 pm

DIRGAHAYU KAPRIBADEN KE 4 WINDU (32 TH)

Post by ssuhartono »

DIRGAHAYU KE 4 WINDU (32 TH)
Paguyuban Penghayat Kapribaden


Kapribaden berdiri dan diresmikan pada tanggal 30 Juli 1978, beberapa hari lagi seluruh warga Kapribaden di daerah masing-masing di seluruh Indonesia akan memperingati HUT ke 4 Windu Paguyuban Penghayat Kapribaden. Peringatan disesuaikan dengan kondisi dan keberadaan warga Kapribaden setempat, ada yang memperingatinya secara sederhana sekedar melekan dengan membuat saji satriyo, ada yang menggunakan kesempatan tersebut untuk mengumpulan kadhang –kadhangnya potong tumpeng dan sarasehan, ada yang memperingatinya tgl 1 Agustus dibarengkan Senin Pahingan, ada yang peringatannya besar-besaran dikoordinir Pengurus Kabupaten, dll.

Kapribaden Lamongan akan memperingati HUT 4 Windu Kapribaden pada tgl 1 Agustus, bertempat di Ds. Moro, Kec. Sekaran, Kab. Lamongan (Jatim). Acara Sarasehan, Pengukuhan Pengurus Kapribaden Lamongan, Pagelaran wayang kulit semalam suntuk dengan lakon : Ismoyo Gelar, mulai pkl. 13.00 s/d selesai.

Kapribaden Kab. Nganjuk (Jatim) jauh hari sudah mengundang Pinisepuh dan Pengurus Pusat untuk menghadiri acara peringatan HUT 4 Windu tsb. yang akan diselenggarakan tepat pada tgl 31 Juli, acara utama Sarasehan dan pagelaran wayang kulit semalam suntuk dengan lakon : Wahyu Bokor Kencono. Tempat : Kedungbulu, Ngadiboyo, Kec.Rejoso, Kab. Nganjuk.

Pinisepuh Kapribaden Ibu Hartini Wahyono dan Pengurus Pusat akan hadir dalam peringatan HUT ke 4 Windu tsb di Nganjuk pada tgl 31 Juli, dan di DKI pada tgl 1 Agustus 2010. Ibu Hartini Wahyono dan Pengurus Pusat minta maaf kepada Kapribaden Lamongan dan daerah lainnya yang juga mengundang tetapi kami tidak bisa datang, semoga kami bisa menghadiri tahun-tahun berikutnya.

Keberadaan Kapribaden sangat berarti, merupakan tanggul, benteng dan jembatan bagi warga Kapribaden. Atas nama pribadi dan Pengurus saya mengucapkan :

” DIRGAHAYU ke 4 WINDU
Paguyuban Penghayat Kapribaden ”


Mengenang awal berdirinya kapribaden berikut saya sampaikan salah satu tulisan Bp. Dr. Wahyono Raharjo GSW MBA, yang ditujukan kepada kadhang-kadhang Salatiga, tetapi sangat penting untuk kita ketahui.



KADHANG KADHANG SAYA
di Daerah Salatiga
yang saya tresnani.

R a h a y u ,

Berbicara atau menulis kata Salatiga bagi saya pribadi punya kaitan. Sampai kapanpun kalau saya mengisi formulir, kolom tempat lahir: Salatiga. Memang saya dilahirkan di Salatiga, di Jl. Banyubiru. Yang menolong ibu saya melahirkan saya Dr. Van den Broek. Walau demikian saya tidak terlalu mengenal Salatiga, karena umur 35 (selapan) hari saya diadopsi eyang saya dan dibawa ke Wonogiri. Keluarga saya yang tetap di Salatiga (oom) Mr. Soekardjo alm (adiknya Prof. Notonagoro).
Saya pertama kali bertemu dan ndhèrèk Romo Herucokro Semono (keparingan Asmo) tahun 1958. Selanjutnya saya dan isteri berpendirian: “ Romo Semono sekalipun menerima wahyu tetap manusia. Jadi suatu saat pasti meninggal. Maka selagi beliau masih hidup kami bertekad ngangsu sebanyak-banyaknya tentang Laku Kasampurnan Manunggal kinanthenan Sarwo Mijil. Dan hukumnya: “Ora ono wong ngangsu ngentèni sumuré teko, nanging timbo kudu marani sumur.” Karena itulah kami sekeluarga selama bertahun-tahun paling lama seminggu sekali pasti sowan Romo Herucokro Semono. Saat Romo Semono di dalam penjara, kami tetap sowan secara rutin. Waktu tahun 1975-1978 ada papan larangan dan kediaman Romo Semono dijaga, semua Putro tidak diperkenankan menghadap Romo, kami sekeluarga tetap sowan dan tidak pernah ditanya oleh penjaga. Kepareng bisa demikian itu karena ROMO Gusti ingkang Moho Suci mengetahui tekad kami. Kami tidak pernah kuatir dipecat, ikut ditahan dan sebagainya.
Tanggal 29 April 1978 Romo ndhawuhi membentuk Paguyuban Penghayat Kapribaden (disingkat Kapribaden). Nama Kapribaden ini sesuai dengan KTP Romo Semono dan Ibu Tumirin. Persiapannya tidak mudah dan tidak ringan, mengingat saat itu masih dilarang. Tetapi berbekal tekad Putro Putro yang luar biasa, maka tanggal 30 Juli 1978 ditepatkan dengan malem Senen Pahing, diresmikanlah berdirinya Kapribaden yang dihadiri lebih 3000 Putro Romo dari berbagai daerah. Dialksanakan dengan upacara ritual di Sanggar Sasono Adiroso dan upacara peresmian di Anjungan Mataram Taman Mini Indonesia Indah.
Tanggal 3 Maret 1981 Romo Semono wafat.

SAYA BERSYUKUR
Mengapa ? Bukan bersyukur karena Romo Semono wafat, tetapi karena sebelum wafat Romo Herucokro Semono sudah membentuk Paguyuban Penghayat Kapribaden. Sebuah organisasi gelar spiritual.
Tahun 1985 ada Undang Undang Nomer 8 tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan. Untuk mendapat pengesahan, pengakuan dari negara, harus berorganisasi.
Itu syukur saya yang pertama. Kalau Romo tidak ndhawuhi membentuk Kapribaden, bagaimana bisa kita sah menurut undang undang negara ? Kita akan tetap dalam keadaan dilarang dan para Putro tetap ketakutan, semua ndhelik alias sembunyi-sembunyi. Akhirnya akan punah secara alamiah, karena tidak ada yang berani melestarikan, mengembangkan Paringan dan Wulang-Wuruk Romo Herucokro Semono.
Untuk memenuhi ketentuan undang undang itu, tidak mudah. Bahkan berat sekali. Keadaan secara resmi masih dilarang. Membentuk Kapribaden di daerah daerah banyak yang masih takut. Bahkan untuk menemukan orang yang berani mengaku Putro Romo saja sulit sekali. Saya terpaksa keliling se Jawa selama 2 bulan tanpa pulang sama sekali. Mencari Putro Putro yang mau membentuk Kapribaden di daerah daerah, lalu kami daftarkan di masing-masing daerah ke 5 instansi pemerintah. Barulah setelah terhimpun kami bisa mendaftarkan Kapribaden ke Departemen Dalam Negeri.
Sebelum itu perjuangan panjang sudah kami lakukan. Berjuang agar Kepercayaan masuk TAP MPR 1973, berhasil. Lalu berjuang agar masuk GBHN berhasil pada GBHN 1978 dan seterusnya. Berjuang agar ada instansi yang mengurusi, dan berhasil ada Direktorat Pembinaan Penghayat Kepercayaan tahun 1978 (disusunnya di rumah saya, Jl. Deli 4 Tanjung Priok).
Dan banyak cerita lain yang selalu memerlukan keberanian, tekad, pengorbanan yang tidak sedikit.
Syukur saya yang kedua.
Kalau tidak ada Kapribaden, Romo Semono wafat, kita tidak akan pernah saling kenal, saling berhubungan. Putro Putro tercerai berai. Saya tidak akan pernah kenal mas Eddie, mas Anas, mbak Dewi, mas Lasimin, mbak Lukitosari, mas Riyanto, mas Sriono, mas Susalit, mas Sumarno Revulusihadi dan kadhang kadhang lain di Salatiga, di Amabarawa, di Bali, di Riau, di Lampung, di Tarakan, di Banten, di Batam dan lain-lain. Kalaupun satu-dua kadhang pernah kenal di Purworejo, belum tentu tahu alamat masing-masing. Sekarang ? Ke manapun seorang Putro pergi dan di tempat baru ingin ketemu kadhang, tinggal minta alamat ke Pengurus Pusat Kapribaden.
Paringan dan Wulang Wuruk Romo Herucokro Semono juga saya paparkan di depan semua instansi pemerintah pusat yang terkait, utusan agama agama, cendekiawan dari berbagai universitas negeri, sehingga setelah dikaji, resmi bisa dijalankan di Indonesia. Maka diterbitkan oleh Depdikbud.

SAYA SAYANGKAN

Saya sayangkan bahwa setelah sah menurut undang undang negara, muncul pahlawan pahlawan kesiangan. Mereka yang dulu serba ketakutan dan sembunyi, beraninya setiap hari di rumah kami, seperti Drs. Soehirman, Koentojo, Hartami, bukannya bersama-sama memperkuat dan membesarkan Kapribaden peninggalan Romo Herucokro Semono, tetapi malah bikin ulah mencuri Tongkat Komando Galih Kelor, dan sesudahnya keluar dari Kapribaden (1978). Lalu agar bisa bergerak menggunakan identitas HPK (Hartami dan Koentojo). HPK organisasi yang didirikan orang dan isinya berbagai macam kepercayaan sebagai prorangan prorangan.
Di berbagai daerah juga, karena sudah tidak takut, lalu merasa hebat, malahan madheg jadi Romo-Romoan, dan tidak pernah mau merasa menjadi satu, sekalipun ikut-ikut menggunakan nama Kapribaden yang sah. Tidak merasa memiliki satu Kapribaden yang berwawasan nusantara, berskala nasional. Padahal memperjuangkan agar diakui sah sebagai organisasi berskala nasional tidak mudah.

AJAKAN SAYA

Kadhang Kadhang yang mau, marilah kita jaga, kita pelihara, kita perbaiki, kita kembangkan, Kapribaden peninggalan Romo Herucokro Semono. Pengurus Pusat sedang berusaha mengumpulkan kesaksian kesaksian secara tertulis dari para pelaku sejarah, saksi sejarah, untuk membuktikan bahwa adanya Kapribaden benar-benar Romo Herucokro Semono yang menghendaki. Jadi bukan karena kehendak, keinginan, ulah salah satu Putro.
Kita jaga agar kemurnian Paringan dan Wulang Wuruk Romo tidak terkontaminasi dengan berbagai ilmu atau ajaran lain. Kita jaga keguyub-rukunan warganya / anggotanya, untuk silih-asah, silih asuh, yang didasari silih-asih.
Wajar dan bahkan akan selalu ada perbedaan, tetapi perbedaan itu justru harus dijadikan untuk memperkaya khasanah. Yang penting intinya tetap, yaitu bersama-sama nggayuh kasampurnan. Bukan mencari sakti, waskitho, jadi dukun, peramal dan sebagainya.
Harus diingat dhawuh Romo : “Iki kanggo wong urip sajagad”. Maka jangan mempersoalkan kata-kata, kalimat, bahasa. Juga harus diingat ketentuan dari Romo bahwa sekalipun bayi baru lahir boleh diberi Asmo, tetapi untuk menjadi anggota Kapribaden minimal umur 7 (tujuh) tahun.
Kalau itu diperhatikan, maka kita harus bisa menjelaskan laku Kapribaden ini kepada orang dari suku apapun, bangsa apapun, dan bahkan kepada anak kecil. Jadi tidak bergaya ilmu kebatinan, yang hanya bisa dimengerti orang tua-tua, dan hanya orang tua-tua yang tertarik.
Kalau dianggap Kapribaden kurang baik, justru merupakan kewajiban kita semua untuk memperbaiki. Sebagai Putro Romo tidak asal bisa mencela, menyalahkan orang lain.
Demikianlah tulisan saya kali ini, memenuhi permintaan mas Eddie bagi kadhang kadhang Salatiga, dalam rangka memperingati 27 tahun Kapribaden, menyongsong 50 tahun (tahun emas) Panca Gaib (Kunci, Asmo, Mijil, Singkir, Paweling).
Rahayu, rahayu, rahayuo ingkang sami pinanggih.


Jakarta, 25 Juli 2005

Dr. Wahyono Raharjo GSW, MBA

TAMBAHAN
SIAPA TAHU ADA GUNANYA


Ini pengalaman saya. Jadi belum tentu orang lain setuju. Tidak apa-apa.
Kalau orang menjadi Putro ROMO, dan gegayuhannya dalam hidup yang terutama adalah nggayuh kasampurnan, bukan main sulit dan beratnya menjalani.
Orang bertapa di hutan, di gua itu mudah karena nyingkiri goda. Putro ROMO topo sajroning rame. Bukan topo ngrame. Jadi goda ada di depan, kiri, kanan, belakang, setiap melek moto.
Goda Mo-Limo bagi orang biasa saja sulit menanggulangi, terutama goda pledhing pupu kuning (madon). Nyatanya Putro Romo ada saja yang keplesed goda itu.
Goda yang sifatnya materiil (kasad moto) agak mudah dihadapi. Goda atau plesedan yang datangnya halus, pelan-pelan, nggremet, adalah goda yang immateriil. Nafsu selalu menunggangi. Goda ingin dianggap baik, ingin dianggap benar, mengakibatkan orang laku semuci-suci. Ninggalake laku suci. Goda kepengin dihormati, disuyudi kadhang, dianggep senior, merambat pelan-pelan, kalau tidak dihentikan terjerumus sendiri, bahkan merasa diri selalu benar, selalu becik, bahkan merasa jadi Romo. Apalagi kalau diperlakukan begitu oleh kadhang kadhangnya, tambah ndadi. Bahaya ini biasanya dialami Putro yang menurut etungan tanggalan sudah lama menjadi Putro. Jadi bukan etungan laku, tetapi hanya etungan dhisik-dhisikan. Selain itu umur tua juga jadi godaan. Biasanya orang tua merasa sudah serba tahu dan menuntut dihormati oleh yang muda muda, bahkan menuntut diturut segala karsa dan pendapatnya. Jangan sampai jadi tuwo tuwas. Menjadi tua itu tanpa usaha apapun dengan sendirinya jadi tua. Menjadi temuwo itu yang sulit sekali.
Kita sebagai makhluk sosial, pasti bergaul dengan sesama. Untuk tidak goyah keyakinan kita saja sulit. Sesama Putro karena diwajibkan gosok-ginosok, kalau tidak siap malah bentrok. Yang tua belum tentu bisa momot lan momong. Momot segala macam kadhang yang beraneka warna, yang sudah baik, yang sedang berusaha jadi baik, yang belum baik, semua di-emot dan di emong ke arah mewujudkan Kekudhangan Romo. Ditulis, dikatakan mudah. Coba dilakoni.
Nah ini sekelumit tambahan, siapa tahu ada gunanya.

Dr. Wahyono Raharjo GSW, MBA
Post Reply