PERINGATAN TURUNNYA WAHYU PANCA GAIB ke 54

Forum sebagai salah satu sarana Gosok Ginosok yang dilandasi semangat dalam menjalani Laku Kapribaden "Laku Kasampurnan Manunggal Kinantenan Sarwo Mijil".
Forum rules
Forum sebagai salah satu sarana Gosok Ginosok yang dilandasi semangat dalam menjalani Laku Kapribaden "Laku Kasampurnan Manunggal Kinantenan Sarwo Mijil".
Post Reply
ssuhartono
Posts: 71
Joined: Mon Apr 14, 2008 5:08 pm

PERINGATAN TURUNNYA WAHYU PANCA GAIB ke 54

Post by ssuhartono »

Rahayu,

Tanggal 13 malem 14 November 1955, pukul 18.05, jatuh hari Minggu Legi malem Senin Pahing, Romo Herucokro Semono mijil pertama kalinya. Dan sejak itu beliau memberikan Panca Gaib (Kunci, Asmo, Mijil, Singkir dan Paweling) kepada manusia hidup yang mendambakan memperoleh Kasampurnan Jati.

Manusia-manusia yang mendambakan Kasampurnan Jati itu, menyadari bahwa hidup didunia ini hanya sebentar (ibarat mung sak mampir ngombe). Sesudah itu ada kehidupan yang jauh lebih lama, yang menurut Romo Semono jutaan tahun. Apabila seseorang tidak mencapai Kasampurnan Jati, Hidupnya atau Uripnya akan gentayangan (nglambrang) jutaan tahun dan selalu tersiksa.

Mereka ini yang atas kemauan sendiri, tidak ada iming-iming apapun, dan tidak ditakut-takuti apaun, atas kesadarannya, meminta Panca Gaib kepada Romo Semono agar bisa menjalani Laku Kasampurnan Manunggal kinantenan Sarwo Mijil. Satu-satunya tujuan adalah nggayuh kasampurnaning urip. Sesuatu yang tidak ternilai. Tidak ada apapun di dunia ini yang melebihi nilainya dibandingkan tercapainya kasampurnaning urip.

Untuk bisa memenuhi permintaan begitu banyak orang, Romo Semono merelakan diri dan menyediakan diri melayani banyak orang, pagi, siang, sore, malam sampai pagi lagi selama 25 tahun lebih (wafat Selasa Pon, tgl 3-3-1981). Semua orang dilayani dengan baik, penuh katresnan, tidak membeda-bedakan derajat-pangkat, kaya-miskin, suku, bangsa, agama seseorang.
Semua orang diperlakukan sama, dan semua ditresnani. Berapapun yang datang waktunya makan diberi makan.

Kita semua para Putro Romo, menerima Panca Gaib yang didapat Romo Semono melalui laku 41 tahun, tanpa harus membayar atau menebus dengan apapun.

Tidakkah kita, para Putro Romo merasa sangat beruntung ? Masihkah kita sebagai Putro Romo memiliki rasa terimakasih ? Semoga jawabannya “ya“ dan senantiasa berupaya ngluhurake Asmane Romo Herucokro Semono.

Kami mengajak Putro-Putro Romo yang membaca tulisan ini untuk bersama-sama mengikuti serangkaian peringatan turunnya wahyu Panca Gaib, tgl 13 November 2009, diatas bukit Gunung Damar, dekat makam Romo Semono, Kel. Kalinongko, Kec. Loano, Kab. Jawa Tengah.

Acara Pokok sbb :

Tgl. 13 Nov.2009, pukul 10.00 s/n 15.00
Sarasehan Wulang Wuruk Romo Semono yang terbagi dalam beberapa topik, diselingi tari dan kesenian daerah, pesertanya: Putro-Putro Romo Semono, masyarakat umum dan Abdhi Kekadhangan.

Tgl. 13 Nov.2009, pukul 17.30 s/d 18.30
Menyongsong detik-detik turunnya wahyu Panca Gaib, dengan sujud bersama dipandu Pinisepuh Kapribaden Ibu Hartini Wahyono.

Tgl. 13 Nov. 2009, pukul 20.00 s/d pagi
Resepsi Peringatan turunnya wahyu Panca Gaib dilanjutkan Pagelaran Wayang Kulit (Wayangan Putro Romo) semalam suntuk.

Serangkaian peringatan turunnya wahyu Panca Gaib tersebut diatas dibiayai dan diselenggarakan oleh seluruh Putro Romo Semono, bagi yang ingin mendukung dana sesuai rasanya bisa disampaikan melalui :

1. Ditransfer ke Bank Mandiri Cinere,
No Rek.: 101.000.499489.1
Nama : Paguyuban Penghayat Kapribaden
Setelah transfer diharapkan info/SMS ke hp. 08174803636 atau 081380026211 (Ny.Retno Gunawan).

2. Diserahkan langsung ke bendahara Ny. Suratijo / Ny. Retno Gunawan, di lokasi acara, Purworejo, Jawa tengah.

Semoga niat luhur kita dalam “ngluhurake Asmane Romo Herucokro Semono” serta melestarikan Wulang-Wuruk Romo Herucokro Semono, mendapat kemudahan dan pengayoman Gusti Ingkang Moho Suci.

Salam Rahayu.
Suprih Suhartono.
ssuhartono
Posts: 71
Joined: Mon Apr 14, 2008 5:08 pm

Re: PERINGATAN TURUNNYA WAHYU PANCA GAIB ke 54

Post by ssuhartono »

===== FILE KAPRIBADEN =====
ARTI MEMPERINGATI TURUNNYA WAHYU 13 MALEM 14 NOVEMBER.

Setiap tahun kita memperingati turunnya wahyu yang diterima Romo Semono pada tanggal 13 malam 14 November 1955, yang jatuh pada hari Minggu Legi malem Senin Pahing, pukul 18.05.

Kita semua tahu bahwa yang diterima itu berupa Panca Gaib ( Kunci, Asmo, Mijil, Singkir, Paweling), sebagai sarana menjalani Laku Kasampurnan Manunggal Kinantenan Sarwo Mijil. Artinya, laku bagi manusia yang tujuan utama dalam hidupnya adalah nggayuh kasampurnan, agar bisa manunggal dengan Gusti Ingkang Moho Suci, dengan cara berbuat apa saja selalu (sarwo) Mijil.

Mijil artinya untuk mengetahui karsanya Ingsun (Urip). Jadi manusia yang segala tingkah laku, gerak-gerik, bahkan ucapannya bukan diatur dan diperintah oleh akal-pikirannya (angen-angene), tetapi diperintah oleh Urip-nya melalui Roso Sejati (Roso Jati). Akal pikiran digunakan sebagai alat dalam melaksanakan perintah (dhawuh)-nya Urip.

Manusia yang demikian itu disebut nyungsang bawono balik. Membalik diri pribadinya. Kalau sebelumnya Urip diperbudak, selanjutnya manusianya dengan segala kemampuan yang dimiliki dijadikan abdinya Urip.

Sebagai manusia, wajar kalau memiliki kehendak, keinginan, rencana (karep, pepenginan, sedyo). Sebelum melaksanakan kehendak, keinginan, atau rencana itu, lebih dulu mijil. Kalau dibenarkan, diijinkan (diparengake) Urip, barulah dilaksanakan. Dalam melaksanakan itulah akal-pikiran (angen-angen), budi-pekerti dan panca indera digunakan sebagai alat melaksanakan. Kalau kehendak, keinginan, rencana, setelah mijil, tidak dibenarkan, tidak diijinkan oleh Urip, maka dibatalkan (tidak jadi dilaksanakan atau dikerjakan).

Karena Urip itu berasal dari Tuhan (ruh dalam diri kita berasal dari Allah), pasti selalu baik dan benar. Yang bisa jelek dan salah itu manusianya.

Dengan setiap saat, setiap hari, manusia menjalani hidupnya selalu sesuai dengan karsanya Urip (Ingsun), maka dia berjalan di jalan Hidup (Urip), yang arahnya selalu menuju kepada asal atau sumbernya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa, Allah, Gusti Ingkang Moho Suci. Dengan perkataan lain, manusia itu setiap harinya makin dekat kepada Tuhannya, sampai suatu saat mencapai kondisi Uripnya, Ruhnya, bisa berhubungan dengan RUH, URIP yang Maha Besar (kang ngamlimpudi jagad royo saisine), yang tidak lain adalah Tuhan Yang Maha Esa, Allah, Gusti Ingkang Moho Suci, Ini yang dinamakan mencapai Kasampurnaning Wong Urip.

Manusia yang demikian itu, apabila sampai saatnya meninggal dunia, Ruhnya, uripnya, akan langsung menunggal dengan Tuhan, Allah, Gusti Ingakang Moho Suci (mencapai kasampurnan jati) dan tidak gentayangan (nglambrang) di alam antara berjuta-juta tahun lamanya, dengan segala penderitaannya. Sedang kalau sempurno, raganya langsung lebur kembali menjadi tanah air, hawa dan api (mencapai kasedan jati).

Jadi, itulah tujuan orang menjalani Laku Kasampurnan Manunggal kinanthenan Sarwo Mijil, menggunakan Panca Gaib (Kunci, Asmo, Mijil, singkir, Paweling). Bukan untuk keperluan duniawi, juga bukan seperti ilmu atau ngelmu untuk menjadikan manusia punya doyo-luwih agar dikagumi sesamanya, dihormati sesamanya, seperti menjadi ahli pangusadan, kawaskitan dan sejenisnya, apalagi jenis kanuragan.

Orang yang menjalani Laku Kasampurnan dengan menggunakan Panca Gaib itu lazim dikenal sebagai Putro Romo Herucokro Semono, karena yang memberikan laku itu adalah Romo Herucokro Semono (1900-1981).

Untuk bisa menjalani laku kasampurnan itu, sebagai dasar diperlukan menjalani laku pangumbahing rogo, yitu sabar, narimo, ngalah, tresno welas asih marang opo lan sopo wae, dan ikhlas.

Dengan segala gerak-gerik, tingkah laku, bahkan ucapan, selalu mengikuti karsanya Urip, berarti menipiskan ke-Akuan-an dirinya.

Maka Putro Romo akan nampak sekali tidak menonjolkan diri, selalu bersikap rendah hati (bukan rendah diri). Tidak rumongso biso, tetapi selalu bisa ngrumangsani yen awake dewe iku isih tansah luput, isih reget. Tidak menunjukkan sikap merasa dirinya baik dan benar. Penampilan sikapnya menampakkan tidak bisa apa-apa sehingga wajar sekali kalau seorang Putro Romo sering disepelekan orang. Bagi si Putro sendiri malah bersyukur kalau disepelekan (ora diuwongake), karena malah jadi bebas dan benar-benar merdeka. Sehingga tidak banyak gangguan dalam menjalani laku kasampurnan.

Putro Romo sadar bahwa dirinya tidak bisa apa-apa. Kalau bisa karena Maha Suci yang menghedaki, melalui Uripnya. Maka seorang Putro Romo tidak penah butuh dibenarkan oleh siapapun. Ini tanda seseorang telah sampai (wis nglenggahi) kebenaran sejati (benering-bener, beciking-becik, ora butuh dibenerake).
Kalau dijelek-jelekkan orang, segera berterimakasih kepada Tuhan, karena berarti dirinya dipupuk (yen siro dipopoki tahi liyan, enggal-enggalo matur nuwun marang Gusti Ingkang Moho Suci, amargo iku tandane lakumu dirabuk).

Dalam memperingati tanggal turunnya wahyu, wajar apabila diadakan peringatan yang bersifat upacara dengan pertunjukan, misalnya wayang kulit. Tetapi bukan itu yang penting. Yang penting adalah bahwa kita semua menyadari, sekalipun paringan dan wulang-wuruk Romo Herucokro Semono sudah lama sekali, ternyata kita semua belum bisa menampilkan bentuk(kontho) dan wujud (warno/rupo) sebagai Putro ROMO, sebagaimana dikehendaki Romo Herucokro Semono.

Kita masih menonjolkan keakuan kita masing-masing, Ada yang ngagul-agulake bandhane, kepinterane, sugihe pangerten dan lain-lain. Bahkan tidak segan-segan dan malu-malu mengaku-aku seolah-olah pengganti Romo Herucokro Semono, Gek modhale opo?, demikian sering diucapkan Romo Herucokro Semono.

Peringatan ini harus bisa menyadarkan diri kita masing-masing, bahwa laku kita dalam nggayuh kasampurnan masih sangat dangkal, masih jauh. Nyungsang bawono balik setiap harinya saja kita belum sanggup. Tiap mijil memang mengucap : “ Panjenengan Ingsun kagungan karso”, Tetapi tetap saja yang diucapkan, dilakukan karsanya Aku (karsanya manusianya).

Marilah kita jadikan peringatan ini untuk bersama-sama memulai hidup dengan lembaran baru. Tidak ada Putro Romo yang rebut-unggul, rebut-ducung (rebut menonjol di depan), tidak ada saling salah-menyalahkan, tidak ada saling menjelekkan, tidak ada saling mencela, apalagi memusuhi sesama Putro Romo dengan cara dan jalan apapun. Kita terima adanya berbagai perbedaan, karena kesungguhan menjalani laku berbeda pula. Sadarilah bahwa diri kita sendiri juga mengalami proses, dulu dan sekarang berbeda. Tekad keberanian kita nyungsang bawono balik, yaitu semata-mata nurut lan nuruti samubarang dhawuhe Urip jaga masih berbeda. Hal-hal yang bersifat duniawi, semua itu hanya asesori atau kelengkapan orang hidup, yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan Laku Kasampurnan. Orang yang kaya materi sering malah jadi godaan dan sandungan dalam menjalani laku. Sebaliknya yang sangat kekurangan, sehingga untuk hidup sehari-hari saja tidak ada, juga sering membuat putus-asa. Jadi orang yang bisa menerima apa adanya, dan bisa tidak dijajah oleh hal-hal yang bersifat duniawi, sekalipun memerlukannya. Yang penting kita awasi diri kita masing-masing setiap harinya. Apakah hari ini saya lebih banyak nurut lan nuruti karsanya Urip, atau lebih banyak nuruti karsanya dewe?

Demikian yang bisa saya sampaikan pada peringatan turunnya wahyu berupa Panca Gaib sebagai sarana menjalani Laku Manunggal kinantenan Sarwo Mijil.

Semoga kita semua senantiasa mampu menerima dan melaksanakan dhawuh-dhawuhnya Urip, agar perjalannan kita selalu menuju ke pada URIP yang ngalimpudi jagad royo saisine, yaitu ROMO, Gusti Ingkang Moho Suci.

Jakarta, 13-14 November 2002

(Dr. Wahyono Raharjo GSW, MBA)
ssuhartono
Posts: 71
Joined: Mon Apr 14, 2008 5:08 pm

Re: PERINGATAN TURUNNYA WAHYU PANCA GAIB ke 54

Post by ssuhartono »

Keinginan Putro Romo Untuk Datang ke Purworejo.

Menyongsong turunnya Wahyu Panca Gaib bersama-sama di Purworejo bagi Putro-Putro Romo Semono adalah kebanggaan tersendiri, banyak yang meyakini gaibnya wahyu dari Moho Suci juga turun setiap tgl 13 malem 14 November, serta banyak pula yang meyakini merupakan bagian dari laku untuk melestarikan wulang-wuruk Romo Semono.

Ada pula yang menjadikan peringatan turunnya Wahyu tersebut sebagai kesempatan untuk bertemunya dengan kadhang-kadhangnya dari berbagai wilayah di Indonesia, disamping mengikuti sosialisasi hal-hal yang sifatnya gelar misalnya : Undang-undang Administrasi Kependudukan bagi penghayat kepercayaan, Pernikahan bagi penghayat, Pendaftaran Organisasi ke Kesbanglinmas di daerah masing-masing dll.
Oleh sebab itu Putro-Putro Romo berusaha maksimal seperti menabung, mengatur waktu cuti, mengatur acara keluarga dll. agar dapat pergi ke Purworejo pada tgl 13 November tsb.

Saya ingin berbagi cerita sbb. :
Salah satu kadhang di Lampung sebut saja Pak Mul, tinggalnya di suatu desa terpencil. Sebagai petani tentu saja tidak selalu sukses ada kalanya gagal panen, lebih sering hanya cukup untuk kebutuhan keluarganya, terkadang harus pinjam tetangganya untuk menyekolahkan anak-anaknya, tetapi Pak Mul tidak pernah putus asa, tidak pernah absen setiap novemberan.
Berangkat dari Lampung Pak Mul membawa bekal uang jauh dari cukup karena tidak ada, tetapi dia membawa sabit, cangkul, pisau, batu asah dan barang-barang apapun yang bisa laku di kota-kota yang dilaluinya terutama, Jakarta dan Bandung. Sebaliknya kalau kembali ke Lampung dia selalu membawa barang-barang apa saja yang laku di kampungnya, yang perbedaan harganya banyak. Pernah pula dia mencari kadhang Jakarta yang kendaraannya belum penuh penumpangnya, yang penting bisa sampai di Purworejo.

Lain lagi salah satu kadhang di Irian Jaya sebut saja Pak BB, sebagai pedagang kecil dia selalu menabung dengan disiplin agar bisa membeli tiket pesawat yang sangat mahal untuk ukuran dia. Novemberan di Purworejo merupakan wujud terimakasihnya kepada Moho Suci atas anugrah berupa sehat dan kebahagiaan keluarganya.

Beruntung kita yang tinggal di Jawa Timur, Jawa Barat, apalagi Jawa Tengah, terlebih lagi yang mendapatkan anugrah mudah mencari uang, sehingga tanpa usaha ekstra untuk berangkat ke Purworejo.

Apabila ada yang ingin berbagi kaitannya dengan Novemberan di Purworejo saya sangat berterimakasih.

Salam Rahayu.
ssuhartono
Posts: 71
Joined: Mon Apr 14, 2008 5:08 pm

Re: PERINGATAN TURUNNYA WAHYU PANCA GAIB ke 54

Post by ssuhartono »

BERANGKAT KE PURWOREJO ?
Banyak Godaan dan Rintangan.

Peringatan Turunnya Wahyu Panca Gaib tgl 13 November 2009 tinggal 2 minggu lagi, peringatan tersebut secara naional akan diselenggarakan di Purworejo. Bagi kadhang-kadhang sepuh yang pernah mendapat wulang-wuruk Romo Herucokro Semono langsung dari Romo Herucokro Semono tentu punya kenangan tersendiri, betapa besar cinta kasih beliau kepada siapapun yang hadir, betapa banyak keajaiban2 dan kekuasaan Moho Suci yang beliau tunjukkan.

Pengalaman saya untuk berangkat Novemberan ke Purworejo banyak sekali godaan dan rintangannya, baik terkait dengan waktu, tanggung jawab, keuangan dll. Makin baik keberadaan kita makin berat pula godaan dan rintangnya. Barangkali ini yang membedakan kegiatan spiritual dengan kegiatan yang lain.

Saya selalu mengingatkan kepada istri dan anak-anak saya bahwa memperingati turunnya wahyu adalah bagian dari laku sebagai Putro Romo, wujud rasa syukur atas Panca Gaib yang kita terima sebagai sarana mencapai kasampurnan jati, jangan sampai kalah dengan hal-hal kecil seperti : ketempatan arisan, memperpanjang STNK, ada hajatan saudara, sayang meninggalkan usahanya yang sedang membaik dll.

Pada akhirnya biasanya kadhang -kadhang yang bisa Novemberan di Purworejo adalah yang keyakinannya dalam menjalani laku kasampurnan manunggal kinantenan sarwo Mijil sungguh-sungguh, tekatnya besar, tidak berhitung untung-rugi, dan pandai mengatur waktu. Namun demikian bukit Gunung Damar tempat Romo Semono dimakamkan yang biasanya sunyi berubah menjadi lautan manusia dengan tujuan sama yaitu menyongsong dan memperingati turunnya Wahyu Panca Gaib sekaligus ziarah ke makam Romo Semono.

Di Jakarta ada warga Kapribaden yang bisa dicontoh, sebut saja Pak Sar. yang menjadikan Novemberan sebagai kesempatan untuk menanamkan dan memupuk rasa sosial, rasa kebersamaan, rasa ihklas terhadap anak-anaknya sejak kecil. Anak-anaknya diajarkan menabung sebagian uang jajannya dengan memasukkan ke tabungan kaleng sepanjang tahun, menjelang Novemberan kalengnya yang penuh uang recehan disumbangkan ke penggalang dana untuk Novemberan. Kalau hal yang sama dilakukan oleh Putro-Putro Romo di manapun berada maka generasi mendatang akan guyub rukun sesuai Sabdho Romo .

Mohon maaf kalau ada yang tidak berkenan, sampai jumpa di Purworejo dan Rahayu.

Suprih Suhartono
Jakarta.
ssuhartono
Posts: 71
Joined: Mon Apr 14, 2008 5:08 pm

Re: PERINGATAN TURUNNYA WAHYU PANCA GAIB ke 54

Post by ssuhartono »

MENUMBUHKAN KEWIRA USAHAAN.

Pada peringatan Novemberan tahun lalu, panitia menyelenggarakan bazar produk-produk usaha kecil dan pengobatan alternatif warga Kapribaden dari berbagai daerah di Bali, Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI Jkt. Sehingga warga Kapribaden bisa membawa pulang bermacam-macam souvenir baik yang berlogo Kapribaden maupun tidak, dengan harga sangat murah karena lebih mengutamakan promosi produk.

Pada peringatan Novemberan tahun 2009 ini panitia tidak menyelenggarakan bazar tetapi menyediakan tratak khusus tempat berjualan bagi warga kapribaden, bagi kadhang2 yang ingin menjual produk-produknya dipersilahkan secepatnya menghubungi Bp. Subagiyo hp 081325372386 karena tempat terbatas.

Bagi yang menginginkan patung batu kualitas export, bentuk sesuai design pembeli tinggal menyerahkan foto/gambar, harga langsung pengrajinnya hubungi Kadhang. Suyoto di lokasi tempat penjualan produk tersebut. Patung-Patung hasil karya kadhang Suyoto dari Muntilan ini oleh pemesannya di export ke German, Australia dll.

Bagi siapapun yang menghendaki buku-buku Kapribaden, juga bisa didapatkan di tempat tersebut dengan mengganti ongkos cetak.

Semoga Novemberan juga merupakan kesempatan untuk menumbuhkan kewira usahaan bagi Putro-Putro Romo dan masyarakat umum. Sampai berjumpa pada tgl 13 November 2009 di Purworejo.

Salam Rahayu
Suprih Suhartono.
Post Reply