Semono yang berusia 14 tahun itu, bertapa di tepi Laut Selatan, di Cilacap. Bekasnya (petilasan) masih ada sampai tulisan ini ditulis.
Berupa dua rumpun bambu, di dalam kompleks Pertamina. Pertamina, sekalipun sudah berusaha dengan berbagai cara, tidak bisa membongkar kedua rumpun bambu itu.
Semono bertapa selama 3 tahun (1914-1917). Hasilnya mendapat “cangkok Wijoyo Kusumo”, berbentuk seperti bunga kering, berwarna coklat kehitaman. Kalau dimasukan ke air, akan mengembang sebesar tempatnya.
Semono kecewa, karena bukan itu yang dicari. Beliau mendapatkan “wangsit” (ilham), untuk melanjutkan laku sampai tahun kembar 5, dan di Timur nantinya akan dia temukan apa yang dia cari.
Baju yang dikenakan semono selama 3 tahun bertapa, hancur. Dengan hanya bercawat dedaunan, Semono pulang. Jalan malam, siang sembunyi, malam jalan. Takut dan malu kalau bertemu orang.
Sampai di rumah, bukannya dirayakan, tetapi malah sudah disediakan lubang (“luweng”) lalu pemuda Semono oleh Ki Kasan, ditanam (“dipendem”) selama 40 hari 40 malam, hanya diberi batang gelagah untuk bernafas, dan setiap usai menanak nasi, Nyi Kasan mengepulkan asap nasi itu ke dalam lubang gelagah.
Selanjutnya, Semono sambil menjadi Marsose (sekarang Marinir), berkelana, tetap menjalani laku. Kalau siang dinas, malamnya berendam di laut, menjala. Tidak pernah dapat ikan, itu dilakukan sampai tahun 1955.
Tanggal 13 malem 14 November 1955, kebetulan jatuh malem Senen Pahing, pukul 16.05, banyak orang di Perak, Surabaya, terkejut, menyaksikan rumah Letnan KKO (sekarang Letnan Satu Marinir), terbakar. Tetapi setelah didekati ternyata bukan api, melainkan cahaya. Bahkan ada kereta keemasan (kreto kencono) di langit, yang turun masuk ke Rumah Letnan Semono). Di jalan Perak Barat No.93, Surabaya.
Peristiwa itulah yang dikenal sebagai mijilnya Romo Herucokro Semono.
Pernyataan beliau saat Mijil, menyatakan bahwa “ Ingsun Mijil, arso nyungsang bawono balik, arso nggelar jagat anyar ", Ingsun (bukan aku) mijil hendak memutar-balikkan jagad (maksudnya jagat kecil, pribadi manusia, micro cosmos), dan hendak menggelarkan dunia baru (micro cosmos baru).
Artinya, kalau selama ini, kita selalu memperbudak hidup, selanjutnya terbalik, kita sebagai manusia akan menjadi abdinya sang hidup.
Mulai saat itu. Romo Herucokro Semono memberikan siapapun yang menghendaki (tidak ada paksaan, tidak menakut-nakuti dengan cara dan jalan apapun) yang ingin hidup bahagia (tentrem), agar bisa mencapai “ kasampurnan jati ” (moksha) pada saatnya.
Apa yang beliau berikan, akan bisa diikuti dalam penjelasan-penjelasan berikutnya.
|