SABDHO GUYUB RUKUN & MEWUJUDKANNYA

Forum sebagai salah satu sarana Gosok Ginosok yang dilandasi semangat dalam menjalani Laku Kapribaden "Laku Kasampurnan Manunggal Kinantenan Sarwo Mijil".
Forum rules
Forum sebagai salah satu sarana Gosok Ginosok yang dilandasi semangat dalam menjalani Laku Kapribaden "Laku Kasampurnan Manunggal Kinantenan Sarwo Mijil".
Post Reply
ssuhartono
Posts: 71
Joined: Mon Apr 14, 2008 5:08 pm

SABDHO GUYUB RUKUN & MEWUJUDKANNYA

Post by ssuhartono »

Sabdho Guyub Rukun & Mewujudkannya
( Ny.Hartini Wahyono )

Tanggal 25 Desember 1978 Romo Herucokro Semono disaksikan puluhan Putro Romo, bersabdha. Sabdha yang mewajibkan Putro Putro Romo harus Guyub Rukun. Disertai sangsi : “ Sing ora gelem guyub-rukun dipasrahaké Kanjeng Ibu. tegesé dadi mayit”. Bahkan saat itu Romo ngersaaké foto bersama, dan Putro Putro didawuhi rangkulan.
Tentang apa arti, “dadi mayit” tentu saja tidak harfiah berarti “mati”. ROMO sendiri yang tahu maksudnya. Yang jelas, pasti tidak baik.

Apakah di Indonesia ini masih ada Putro Romo Herucokro Semono? Ini pertanyaan yang memerlukan jawaban jujur.

Kalau seseorang meminta Panca Gaib agar bisa menjadi Putro Romo Herucokro Semono, tahukah dia siapa sebenarnya Romo Herucokro Semono?
Pada Waktu Romo Semono masih sugeng, orang-orang yang mengaku dirinya Putro, kalau sowan langsung sungkem. Jelas dilihat orang banyak sikap menyembah (ngaturakan sembah sungkem). Bahkan kepada orang-tua kandungnya sendiri belum tentu menyembah sungkem. Tanpa malu, tanpa ragu mengaku bahwa Romo Semono itu sesembahan mereka.
Itu yang nampak, yang bisa dilihat mata, disaksikan orang banyak. Kemudian sekalipun Romo Semono sudah wafat, di rumah rumah mereka terpasang fotonya Romo Semono dengan penuh rasa hormat.

Apakah betul mereka yang berbuat demikian itu mengetahui siapa Putro Romo Herucokro Semono, dan sungkem-nya tulus dari lubuk hatinya?
Perlu dipertanyakan !, Mengapa?
    Kalau betul mereka itu Putro Romo Herucokro Semono, dan menganggap beliau sesembahan, pepundèn, sesepuh atau apapun mereka menyebutnya, mengapa sabdho sabdho dan dhawuh dhawuhnya diabaikan begitu saja?

    25 Desember 1978 – 25 Desember 2009, jadi sudah 31 tahun Romo Herucokro Semono bersabda, mewajibkan Putro Putronya Guyub-Rukun.

    Sudahkah Putro Putro berusaha sungguh-sungguh mewujudkannya? “ Sing bener nyatané “ atau “ Sing bener nèk nyoto”, demikian dahulu sering diucapkan Romo Herucokro Semono.
    Nyatané kepriyé kahanané Putro Putro saiki ?
    Jangankan guyub-rukun seluruh nusantara. Dalam satu kota saja terpecah-belah menjadi kelompok kelompok yang saling-bersaing, saling rebut-bener, rebut dhucung, rebut pengaruh dan lain-lain. Bahkan tidak jarang cara-cara nista digunakan, seperti ngolo-olo kadhangé, memfitnah, iming-iming duit / proyek padahal tidak pernah terbukti dan berbagai cara lain yang sangat memalukan.
    Iku nyatané !!! mau membela-diri dengan cara apapun, tidak bisa dibantah, tidak bisa disangkal, itulah kenyataannya.
    Lalu selama 31 tahun itu, apa usaha mereka dalam mewujudkan sabdo-nya Romo Heruckro Semono ?
    Kalau kenyataannya demikian, jelas para Putro tidak berusaha mewujudkan sabdonya Romo Herucokro Semono. Artinya sudah mengabaikan Romo Heruckro Semono.
    Mungkinkah mereka itu sudah melebihi Romo Heruckro Semono, sehingga merasa tidak perlu lagi mematuhi sabdo dan dawuhnya ?

    Apakah sebenarnya ajaran (wulang-wuruk) Romo Herucokro Semono itu tidak benar dan tidak baik ? kok hasilnya seperti itu ?

    Marilah kita telaah dan jujur kepada diri-sendiri masing-masing.

    Orang yang minta sendiri ndherek menjadi Putro, artinya bersedia nyungsang bawono balik. Manusianya hanya menjadi abdinya Urip. Berjanji akan selalu menurut dan menuruti karsanya INGSUN (Urip) dan mengalahkan karsanya AKU (manungsané).
    Oleh karena itu, mau berbuat apa saja harus mijil dulu. Maksudnya agar bisa mengetahui karsanya Ingsun (panjenengan Ingsun kagungan karso). Maka Romo sering dhawuh : “Lakuné Putro iku Gulung, Gelaré katut.”

    Apakah betul orang orang yang mengaku Putro Romo Heruckro Semono sehari-harinya seperti “ajaran” itu ?
    Kalau benar-benar masing-masing mengikuti Lakune Urip, tanpa disuruh, tanpa diatur oleh siapapun pasti guyub-rukun menyatu, sebab Urip iku podho sejatiné siji. Maka Romo dhawuh :“Putro Putro ora pareng bersatu, nanging kudu menyatu”. Jelas wulang-wuruk maupun dhawuh itu tidak dipatuhi oleh Putro Putro !!!
    Begitu kok masih punya muka mengaku Putro Romo Heruckro Semono. Kebangeten olehé ora podho duwé roso isin lan ora nduweni ajining-dhiri (harga diri).

    Lalu bagaimana ??

    Melalui tulisan ini, saya (penulis) hanya bisa mengajak para Putro Romo Herucokro Semono, dimanapun berada, laki-laki perempuan, tua-muda, kita sadari betapa besar kesalahan (dosa) kita selama ini. Mumpung masih punya waktu, marilah bersama-sama kita perbaiki kesalahan kita, yaitu nyepelekaké sabdo lan dhawuh Romo.
    Kita ingat wulang-wuruk Romo : ”Pusoko paling ampuh nang donya iki, treno welas asih”. Marilah kita semua segera saja “mateg-aji” dan menggunakan pusoko yang paling ampuh itu. Setiap kita ingat, berfikir, apalagi ketemu khadang, segera lepaskan pusoko tresno-welas-asih, tanpa pamrih, tanpa prasangka, praduga apapun. Saling melepas pusoko itu.
    Untuk bisa demikian, lupakan masa lalu. Kita bersama-sama membuka lembaran hidup baru, lembaran baru dalam pergaulan kekadhangan. Satu-satunya tekad : “Menebus dosa, memperbaiki diri, dengan sungguh-sungguh memperhatikan, mematuhi, melaksanakan, mewujudkan karsanya Romo Heruckro Semono, apapun yang menjadi tukoné laku ini, agar diterima dan diakui ROMO sebagai Putro, sehingga kasampurnan bisa dicapai ”.

    Caranya ? mudah kalau mau ..

    Yang tua-tua sudah berpengalaman, bagaimana menerapkan tresno-welas-asih kepada anak-cucunya. Nah, cinta-kasih seperti itu terapkanlah kepada khadang khadangnya. Anak atau cucu, ada yang baik, yang manis, yang nakal, yang bandel, semuanya ditersnani. Demikian seharusnya kepada khadang khadangnya.
    Yang muda-muda, begitu tresno-nya kepada pacar. Rasa tresno, sikap dan perkataan, perbuatan yang dilandasi rasa tresno seperti itu diterapkan juga kepada kadhang kadhangnya. Rasa tresno dan hormat kepada orang-tuanya bagaimana ? seperti itu pula terapkanlah kepada khadang khadang sepuh .
    Tiap kelompok kadhang berusaha sungguh sungguh menciptakan guyub rukun, saiyek saeko-proyo seperti dikersaake Romo. Bisa dirasakan bahwa Putro Putro dikelompok itu menyatu.
    Kalau tiap kelompok sudah mewujudkan menyatunya Putro Putro, pasti secara alamiah di tiap kelompok muncul Putro yang dituakan, disepuhaké, alias yang memimpin kelompok.

    Pengurus atau BPH di tiap daerah harus mau nyowani semua kelompok. Ingat nyowani bukan ngrawuhi. Pengurus / BPH itu menurut Romo bukan pemimpin tetapi Abdhi. Jadi waktu sowan itu jangan sekali-kali ngguroni apalagi ndhawuhi. Buka mata dan telinga lebar-lebar. Jadi pendengar yang baik. Perhatikan dan cerna semua yang dilihat dan didengar. Sesudahnya, dalam pertemuan Pengurus / BPH, kalau perlu mengundang kadhang yang dianggap bisa dimintai pendapat, lalu dilihat segala yang dilihat dan didengar. Apa ciri kelompok A, apa pula ciri kelompok B, C dan lain-lain. Lalu cari apa kesamaannya. Jangan dibalik malah yang dikupas perbedaannya. Sesudah Pengurus / BPH menemukan kesamaan itu, undang para “ pemimpin” kelompok berkumpul. Tempat berkumpul, cara berkumpul biasanya diusahakan agar mendukung timbulnya suasana santai dan hangat. Lalu Pengurus / BPH bertanya kepada para kadhang yang dituakan di kelompok kelompok itu bagaimana mewujudkan keguyub- rukunan Putro Putro, agar kita tidak nerak sabdho.
    Pembicaraan harus sampai tuntas, sampai semua menerima lego-legowo. Lalu ditawarkan, kegiatan apa yang bisa dilakukan, untuk mujudaké kesepakatan itu. Misalnya kelompok A beranjangsana ke kelompok B dan seterusnya. Lalu suatu saat diadakan kegiatan yang dihadiri semua Putro dari seluruh kelompok yang ada, tanpa kecuali, tidak ada yang ketinggalan.
    Putro Putro jangan ada yang mebandingkan, lalu saling menyalahkan cara kadhang sepuh yang satu dengan kadhang sepuh yang lain. Tidak boleh ada anggapan, dia itu pengikut pak Dadap, sedang saya pengikut pak Waru. Perbedaan itu sampai kapanpun akan selalu ada. Biarlah sejarah yang nantinya membuktikan mana yang bisa langgeng, mana yang tidak. Bukan kewajiban Putro Putro untuk saling menilai, karena kewajiban Putro adalah selalu menilai diri-sendiri, tansah mawas-diri, dadi ora mawas liyan. Bahaya tumpraping laku, kalau kita membiasakan diri selalu menilai orang lain.
    Kalau penilaian kita keliru, maka kita numpuk tumindak luput (menumpuk dosa).
    Monggo sesarengan. Kalau kita bertekad dan berusaha bersama, dilandasi dan dalam suasana tresno-hantresnani, tidak ada apapun yang dirasakan berat.
    Kesampingkan dan singkirkan ke-AKU-an masing-masing.
    Seperti dhawuh Romo : “ Sing gelem waé ”. Maka yang tidak mau tidak perlu kita musuhi, tetapi harus kita tinggalkan. Kalau tidak, hanya akan menjadi ganjalan dan sandungan.

    Satriyo lan Wanito Sejati iku tekadé wani gepeng=ilir, mati garing kelèd ususé dilakoni, anggoné nindakaké darmaning Satriyo lan Wanito Sejati supoyo biso olèh kasampurnaning Urip.

    Jakarta, 25 Desember 2009

    Ny. Hartini Wahyono.
    ssuhartono
    Posts: 71
    Joined: Mon Apr 14, 2008 5:08 pm

    Re: SABDHO GUYUB RUKUN & MEWUJUDKANNYA

    Post by ssuhartono »

    Rahayu,

    Setiap tanggal 25 Desember Warga Kapribaden memperingati salah satu Sabdho Romo Herucokro Semono, yaitu "Sabdho Guyub Rukun". Sabdho tersebut diperuntukkan orang-orang yang mengaku Putro Romo Herucokro Semono. Tentu saja yang mengabaikan dan tidak berupaya mewujudkan Sabdho Guyub Rukun tersebut bisa dipertanyakan pengakuannya Sebagai Putro Romo Herucokro Semono.

    Pada kesempatan ini saya ingin mengajak semua orang yang mengaku Putro Romo Herucokro Semono (artinya termasuk saya) untuk mawas diri, bertanya pada diri sendiri apakah saya sudah mewujudkan paling tidak berusaha mewujudkan Sabdho Guyub Rukun ?

    Dengan membaca arsip Kapribaden yang ditulis oleh Ibu Hartini Wahyono tersebut diatas semoga dapat mengingatkan kita masing-masing untuk berusaha mewujudkan Sabdho Guyub Rukun. Agar kita bukan hanya mengaku Putro Romo Herucokro Semono tetapi diakui Putro Romo Herucokro Semono oleh Romo Herucokro Semono.

    Kepada kadhang-kadhang di berbagai daerah, di manapun berada saya mengucapkan " Selamat Memperingati Sabdho Guyub Rukun", pada tanggal 25 Desember 2010.

    Salam Rahayu.
    Suprih Suhartono.
    Post Reply