Laku " NARIMO "

Forum sebagai salah satu sarana Gosok Ginosok yang dilandasi semangat dalam menjalani Laku Kapribaden "Laku Kasampurnan Manunggal Kinantenan Sarwo Mijil".
Forum rules
Forum sebagai salah satu sarana Gosok Ginosok yang dilandasi semangat dalam menjalani Laku Kapribaden "Laku Kasampurnan Manunggal Kinantenan Sarwo Mijil".
Post Reply
ssuhartono
Posts: 71
Joined: Mon Apr 14, 2008 5:08 pm

Laku " NARIMO "

Post by ssuhartono »

Rahayu,

Saya yakin kadhang2 sudah paham dengan laku “ Narimo “ yang sering sekali dijelaskan oleh Kadhang Sepuh di daerahnya masing-masing, dalam buku Hidup Bahagia secara singkat tetapi jalas juga sudah ada.
Memenuhi permintaan kadhang Kristian J. Broto di Bandung saya akan menjelaskan sedikit berkaitan dengan laku “ Narimo “.

“ Narimo ” adalah salah satu dari dari lima Pangumbahing Rogo bagi Putro Romo, laku ini kalau dijalankan dengan sungguh-sungguh dan terus menerus akan membentuk siapapun yang manjalaninya menjadi orang yang bersemangat tinggi, pantang menyerah, selalu berupaya optimal dalam segala hal, tetapi selalu berterimakasih dan bersukur atas apa yang telah dihasilkan. Kewajiban kita sebagai manusia berupaya maksimal dalam segala hal sedangkan hasilnya terserah kepada Moho Suci.
Contoh :
Seandainya saya sebagai petani dalam bercocok tanam tentu saja saya harus menyiapkan dan mengolah lahan sebaik mungkin, memilih bibit yang baik/unggul, pengairannya cukup, memberi pupuh yang berimbang dan tepat waktu, memperhatikan pertumbuhan tanaman dan mengatasi bila ada hama dst. Semua yang berkaitan dengan bercocok tanam tsb dilakukan yang terbaik, tetapi berapapun jumlah panennya harus bersukur, tidak kecewa kalau kurang banyak hasilnya dan tidak girang kalau hasilnya berlebih.

Begitu pula seandainya sebagai pegawai disiplinnya lebih baik, kualitas dan quantitas kerja lebih baik dari standard, memiliki rasa tanggung jawab lebih baik, loyalitasnya lebih baik tetapi berapapun hasil akhirnya yang berupa upah, bonus, cepat/lambat kenaikan pangkat harus disukuri, bukan kecewa bukan pula girang berlebihan.
Merasa kurang banyak, merasa kurang beruntung, merasa tidak puas, dll adalah unsur negatif kita bawaan lahir untuk ditipiskan.

Begitu pula sebagai pedagang, sebagai seniman, sebagai pelajar, sebagai guru, sebagai pengusaha, sebagai pejabat negara dll berupaya lebih baik dan optimal dalam segala hal berkaitan dengan profesinya tetapi mensukuri hasil akhirnya. Dengan demikian kebahagiaan, ketentraman dan kedamaian akan berpihak kepada yang menjalani laku “ Narimo “ tersebut.

Tentu saja kadhang Kristian J. Broto berharap ada kadhang lain yang menambahkan sehingga menjadi lebih paham.

Salam Rahayu,
Suprih Suhartono
Jakarta.
kristianj
Posts: 2
Joined: Sun Jan 25, 2009 12:06 am

Re: Laku " NARIMO "

Post by kristianj »

Bapak Suprih Suhartono yang saya hormati dan tresnani. terimakasih atas penjelasan " Laku Narimo"
terimaksih juga untuk semua kadang dimanapun berada. Dengan adanya forum ini saya sangat terbantu dalam menjalani laku penghayatan kapribaden.
Maklum di bandung belum ada acara gosok ginosok.

Rahayu
Kristian j broto
Bandung
Didik P
Posts: 7
Joined: Tue Apr 15, 2008 7:51 am

Re: Laku " NARIMO "

Post by Didik P »

Rahayu,

Bapak Suprih...
Mohon di jabarkan pula jika Laku NARIMO ini di gabung dengan Laku SABAR-NGALAH KANTHI IKHLAS, dalam kehidupan kita setiap hari.

dan sekiranya masih ada juga Kadang yang masih bingung dengan keadaan yang di sebut JATAH,TAKDIR,KARMA, dll jika di kaitkan dengan Laku diatas



Mohon maaf jika tidak berkenan



didik
ssuhartono
Posts: 71
Joined: Mon Apr 14, 2008 5:08 pm

Re: Laku " NARIMO "

Post by ssuhartono »

Rahayu

Kadhang Didik yang saya tresnani,dalam Buku Hidup Bahagia Yang Diakhiri Dengan Kasampurnan Jati, Laku Sabar, Laku Narimo, Laku Ngalah, Laku Tresno Welas Asih dan Ihklas sudah dijelaskan dengan singkat dan jelas, saya ingin bemberikan contoh tambahan semoga membantu memperjelas kalau ke lima Laku tersebut dijalani bersamaan dalam kehidupan sehari-hari seperti apa rasanya ?

Laku SABAR.
Sabar, bukan asal tidak marah, juga tidak memaksakan sesuatu sebelum waktunya.
Sabar yang dimaksud adalah sabar dalam arti luas, sabar menghadapi segala hal dalam kehidupan sehari-hari dengan proaktif bukan reaktif .

Contoh kecil yang sering terjadi sehari hari :
Kalau saya sedang mengendarai motor/mobil kemudian ada motor/mobil lain yang mendahului/menyalip saya merasa emosi, merasa diremehkan, merasa dirugikan dll, maka pertanda kesabaran saya masih jauh. Seharusnya saya memahami dan memberi kesempatan kepada orang yang berupaya menyalip tersebut, mungkin dia sedang mengejar waktu karena ada keluarganya yang sakit, istrinya akan melahirkan, ada janji yang kalau terlambat bisa membatalkan bisnisnya dll.

Buah pisang, buah mangga, buah pepaya dll, kalau diperlakukan dengan sabar, dirawat dan dibungkus dengan kertas atau plastik semenjak masih di pohon, sabar menunggu sampai tua apalagi sampai matang di pohon pasti rasanya akan lebih manis dibandingkan matang karena dikarbit.

Kalau ada bawahan melakukan kesalahan pada umumnya atasan langsung spontan marah, ada yang langsung memberi sangsi, bahkan ada yang melakukan kekerasan dll. Laku Sabar & proaktif dalam kasus ini atasan klarifikasi, mengapa kesalahan tersebut bisa terjadi? Apakah atasan kurang jelas dalam memberi bimbingan dan pengawasan ketika memberi tugas tsb? Setelah diketahui penyebab utamanya yang lebih penting adalah perbaikannya agar tidak terjadi kesalahan yang sama ataupun kesalahan yang berbeda.

Demikian pula Sabar dalam menghadapi orang jompo yang kembali kekanak-kanakan, menghadapi anak sesuai dunianya, menghadapi murid bodoh , menghadapi teman, tetangga dan siapapun dengan berbagai kekurangan dan kelebihannya. Masalah apapun dalam kehidupan ini bukan dijadikan beban tetapi sebagai sarana meningkatkan Laku Sabar kita.


Laku NGALAH.
Hanya orang yang menang yang bisa mengalah.
Mengalah yang sebenarnya, adalah kalau kita sampai merasakan senang atau bahagia ketika orang lain merasa menang. Bukan karena kalah lalu mengalah.

Contoh sehari-hari
Ada seorang ayah dan seorang ibu yang akan membeli pakaian untuk anak-anak kecilnya. Si ibu maunya ke pasar grosir, si ayah inginnya ke supermarket. Keduanya bertengkar karena perbedaan keinginan tempat belanja tersebut. Akhirnya sang ayah mengalah untuk pergi ketempat yang diinginkan istrinya.
Keduanya berangkat untuk berbelanja dengan senang hati, istrinya terlihat lebih senang karena berbelanja sesuai keinginannya, sedangkan suaminya pun senang karena bisa menyenangkan istrinya.
Seandainya keduanya bersikukuh tidak ada yang mau mengalah tetapi berangkat ke salah satu tempat pasti keduanya merasa jengkel, tidak nyaman, tidak tentram, selama berbelanja.

Banyak contoh kejadian dalam suatu keluarga, karena terlalu sering tidak ada salah satu yang bisa mengalah akhirnya berujung perceraian. Seandainya ada salah satu yang mengalah pasti akan ada ketentraman apalagi kalau keduanya berlomba mengalah, sudah pasti adanya hanya ketentraman dan kedamaian.

Kalau ada 2 komunitas yang besar saling meng klim paling benar, paling berhak, paling kuasa, paling baik dll, kalau tidak ada salah satu yang bisa mengalah pasti kedua kelompok tersebut bukan hanya tidak merasa tentram, bahkan lebih dari tidak tentram.
Betapa bahagianya, betapa tentramnya, kalau orang bisa menjalani Laku Ngalah dalam kehidupan ini.


Laku IKHLAS
Ikhlas adalah laku yang paling tinggi, bahkan merupakan gabungan dari Sabar, Narimo, Ngalah, Tresno Welas Asih kepada apa dan siapa saja.
Setiap saat, menyadari sepenuhnya, bahwa segala yang ada pada dirinya, seperti kepandaian, pengalaman, kemampuan, kekuasaan, kekayaan yang dimiliki, tenaga, pikiran, waktu, bahkan orang-orang yang dicintai, semuanya adalah milik Tuhan Yang Maha Esa.
Maka, setiap saat siap, apabila semua yang ada pada dirinya itu, dikehendaki Pemiliknya, Tuhan yang Maha Esa.
Kehendak Tuhan tsb diketahuinya melalui Hidup/Urip yang ada pada dirinya.
Jadi, ikhlas tidak hanya kalau kehilangan atau memberi, tetapi juga ikhlas menerima apapun.

Laku Pangumbahing Rogo (Sabar, Narimo, Ngalah, Tresno Welas Asih, Ikhlas) kalau dijalani sungguh sunguh dalam kehidupan sehari-hari maka akan menciptakan kedamaian, ketentraman, kebahagian, diri sendiri dan orang lain.

Dikalangan Warga Kapribaden kita hampir tidak pernah memikirkan : Jatah, Takdir dan Karma seperti pertanyaan Kadhang Didik, karena kalau kita menjalani Wulang Wuruk Romo (Panca Gaib dan Pangumbahing Rogo) kita akan mendapatkan kedamaian, ketentraman, kebahagian sesuai/sebesar laku kita.
Kalau kita mendapat anugrah lebih banyak berati tugas kita dari Moho Suci juga lebih besar. Bagaimana agar kita tidak melakukan kesalahan baik baik horisontal maupun vertikal sehingga kita tidak mendapat Karma.

Demikian yang saya sampaikan berkaitan dengan permintaan Kadhang Didik, mohon maaf kalau ada yang tidak berkenan.

Rahayu.
Suprih Suhartono
Jakarta.
Didik P
Posts: 7
Joined: Tue Apr 15, 2008 7:51 am

Re: Laku " NARIMO "

Post by Didik P »

Rahayu,

Bapak Suprih, Matur Nuwun sanget telah menguraikan dan memberikan contoh laku nya dengan gamblang apa itu yang di sebut dengan Laku Pangumbahing Rogo.

Bapak Suprih Mohon maaf sebelumnya jika di Kapribaden tidak ada istilah Jatah, Takdir dan Karma. Tapi kalau ada bunyi berarti ada bentuk, ada Uni maka ada Ucap, dan kalau ada kata Jatah, Takdir maupun Karma tentunya punya arti dan maksud sendiri dari para Pangrepto tembung (yang menyebut kata ) tersebut. Karena terus terang saya sering mendengar kata-kata ini dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam Bowo Roso Kunci di uraikan bahwa kita tidak hanya mewarisi harta benda dari orang tua atau leluhur kita namun juga mewarisi kesalahan atau keluputan dari orang tua kita, Sebagai anak kita mewarisi keluputan dan kesalahan dari orang tua kita, tanpa kita minta sebelumnya, Maaf jika saya mengambil contoh uraian ini. Kira kira apakah dari ketiga kata yang saya tanyakan diatas mewakili jawaban atas kesalahan dan keluputan yan kita warisi ini.

Kadang dari segi bahasa kita beda namun kadang kala punya kesamaan makna, nah dr situlah saya memberanian diri untuk menanyakan hal tersebut di forum ini.


Mohon maaf jika tidak berkenan



Didik
ssuhartono
Posts: 71
Joined: Mon Apr 14, 2008 5:08 pm

Re: Laku " NARIMO "

Post by ssuhartono »

Rahayu,

Kadhang Didik yang saya tresnani, gosok-ginosok tentang laku sebagai warga Kapribaden memang menarik sekali, sering kali semalaman sarasehan tidak merasa cukup.
Saya ingin mengulangi jawaban saya terdahulu bahwa, dikalangan Warga Kapribaden kita hampir tidak pernah memikirkan : Jatah, Takdir dan Karma.
Mungkin saja masyarakat di lingkungan kita, saudara kita bahkan ada kadhang kita yang terbiasa menggunakan ketiga kata tersebut, yang terpenting adalah keyakinan kita bahwa Tuhan YME adalah maha adil, maha tahu, maha pengasih/penyayang jangan sampai berkurang, artinya :
Setiap manusia punya hak yang sama secara vertikal dan horisontal ( gulung dan gelar). Secara vertikal manusia punya hak yang sama untuk mendekatkan diri kepada Tuhan YME dengan keyakinan dan caranya masing-masing, dengan bahasa masing-masing.
Secara horisontal manusia punya hak yang sama untuk menuntut ilmu, derkarya, berprestasi, mencari materi. Tidak merasa dijatah atau ditakdirkan oleh Moho Suci menjadi orang miskin, orang bodoh dll. Kalau saya bodoh dan miskin karena saya kurang belajar dan kurang pandai bekerja bukan karena jatah atau takdir dari Moho Suci.

Apakah yang disebut karma adalah hukuman karena melakukan kesalahan?
Bagi warga Kapribaden yang disebut benar adalah kalau melakukan sesuatu sesuai petunjuk Urip, oleh sebab itu kita berlatih menangkap petunjuk Urip(Roso Sejati), sedangkan yang disebut salah kalau melanggar petunjuk Urip.
Kalau saya tahu mendapat petunjuk Urip. tetapi saya cuek dan tidak mengikuti petunjuk Urip tersebut hukumannya lipat 7 kali, dan hukumannya begitu cepat bisa tidak ganti jam, atau tidak ganti hari. Saya pernah mengalaminya mudah mudahan lain topik saya bisa ceritakan.

Kalau boleh saya tahu kira-kira apa yang dimaksud Jatah, Takdir dan Karma menurut saudaranya atau lingkungannya kadhang Didik.

Kadhang-kadhangku yang lain boleh gabung dalam gosok-ginosok pada topik ini, termasuk yang tidak sependapat, beda pendapat adalah sesuatu yang wajar.

Salam Rahayu.
Didik P
Posts: 7
Joined: Tue Apr 15, 2008 7:51 am

Re: Laku " NARIMO "

Post by Didik P »

Rayahu,


Bapak Suprih dan Kadhang-kadhang semua yang saya Hormati

Sebenarnya berangkat dari rasa keingintahuan akan fenomena kenyataan hidup sehari-hari tentang kejadian yang beraneka ragam (maneka warna) yang menurut saya pribadi jawabanya masih samar , sehingga saya membawanya ke forum ini


Pada waktu kita dilahirkan di dunia selembar benangpun kita tidak punya, apalagi pakaian, harta, pangkat dsb. Akal dan pikiran belum punya, bahkan namapun belum punya apalagi kepercayaan atau agama jelas belum punya, karena agama perlu diajarkan. Satu –satunya yang mendampingi adalah HIDUP, yang langsung diberikan oleh MOHO SUCI.

Seiring dengan bertambahnya usia, bertambahnya kemampuan fisik, akal, dan pikiran, atau dengan kata lain Angan-angan, budhi pekerti dan indriya nya tumbuh sempurna maka seorang anak manusia akan tertanya tanya kepada dirinya, Orang tuanya bahkan Gurunya atau bahkan langsung kepada HIDUP-NYA jika ia mememukan sesuatu masalah atau hal-hal yang belum ia pahami dan temukan jawabanya.

‘--- Lalu Kenapa di dunia ini ada Orang yang berkedudukan rendah, hidup miskin, sedang yang lain mempunyai kedudukan yang mulia, hidup kaya harta? Mengapa ada yang berumur pendek sedangkan yang lain berumur panjang, Mengapa seseorang ada yang mempunyai fisik yang lemah sedang yang lain memiliki tubuh yang sehat dan kuat, Mengapa ada orang yang terlahir dendan sifat saleh ada juga yang mempunyai kecenderungan criminal, Mengapa ada yang berbakat ahli musik,ahli melukis dll sejak lahir, tapi mengapa ada yang buta, tuli dan cacat sejak lahirnya. Sementara kita sering pula melihat ada anak yang dari kecil, sejak keluar dari rahim ibunya, sudah dimanjakan dengan gelimang harta, kesejahteraan yang jauh diatas rata-rata masyarakat umumnya.’

Apakah arti dari semua ini, Semoga ada Kadhang lain yang bisa share dan berbagi di forum ini



Rahayu,

Didik
heru suherno
Posts: 3
Joined: Thu Mar 19, 2009 2:40 pm

Re: Laku " NARIMO "

Post by heru suherno »

Rahayu Para Kadang / Saudara2-ku yang kami cintai !

Ijinkan kami untuk sekedar mengingatkan kembali tentang Laku “NARIMO”
Laku Narimo itu sebenarnya adalah rangkaian dari laku Pangumbahing (Pembersihan) Raga/pribadi kita yaitu : SABAR, NARIMO, IKHLAS, TRENSO WELAS ASIH.
Sebenarnya ROMO pernah memberikan contoh yang sangat tepat.
Laku Narimo itu kalau kita mau ingat “Eling” sebenarnya pernah kita lakukan bersama-sama dengan Ibu kita masing-masing.
Jadi Lakunya seperti Kanjeng Ibu kita pada saat mengandung. Pada saat itu Kanjeng Ibu walaupun dalam keadaan serba sakit, makan tak enak karena bau masakan aja mual2, tidur juga tidak bisa bebas dan enak, semakin lama kandungan Ibu semakin besar sehingga beban yang ditanggung semakin berat.
Namun semua itu Ibu jalani dengan Sabar, Narimo, Ikhlas dan penuh dengan Tresno Welas Asih. Begitupun Sang Jabang Bayi, dia bersemedi/bertapa dalam “Guwa Garba” (kandungan) dengan sabar sampai dengan lahir, Jabang Bayi dengan Ikhlas Narimo (menerima) apa adanya mau jadi apa dikemudian hari nanti, mulai masih dalam bentuk benih “Banyu Urip” sampai dengan lahir di dunia sang bayi juga tidak bisa menolak siapa atau kaya siapa orang tuanya, Sang bayi juga tidak bisa menolak apa dia lahir dengan paras Cantik/Ganteng atau tidak, dengan kulit putih/langsat atau tidak, mata bulat atau sipit, hidung mancung atau tidak, semua diterima dengan apa adanya.
Begitulah kira-kira kenyataan hidup yang dari kita semua pernah menjalaninya.
Nah sekarang pertanyaanya mengapa kalau semua manusia pernah bisa mengalaminya justru setelah tumbuh makin dewasa Laku Sabar, Narimo, Eklas Kanti Ngalah, Tresno Welas Asih terhadap sesama terasa begitu sulit? Jawabnya adalah karena manusia sudah terbiasa menjadikan “Angan-angan, Budi Pakarti dan Panca Indra” sebagai pedoman/ageman dalam menjalankan kehidupannya. Jadi pada umumnya manusia sekarang itu hidup (Urip)-nya dipimpin atau diperbudak oleh “Angan-angan, Budi Pakarti dan Panca Indra” yang sebenarnya menyesatkan.
Lalu sekarang harus bagaimana? Jawabnya adalah harus “Sungsang Bawono Balik” seperti yang telah didawuhke Romo, artinya sekarang harus dibalik konsep menjalankan kehidupannya, yaitu “URIP” yang memimpin bukan yang dipimpin, jadi “Angan-angan, Budi Pakarti dan Panca Indra” harus siap selalu mengabdi (ngawulo=jawa) kepada Hidup-nya.
Nah bagi para Putra ROMO sendiri hal tersebut otomatis pasti bisa “Sabar, Narimo, Eklas Kanti Ngalah, Tresno Welas Asih “ kalau para Putra selalu rajin dengan “PANGOLAH LAN PANGRENGGO”.
Jadi apabila Putra ROMO mau berbuat apa saja selalu MIJIL, selalu berusaha sedikit-demi sedikit mengurangi peran dari Angan-angan, Budi Pakarti dan Panca Indra, ada apa-apa selalu KUNCI dan tidak ada apa-apa juga selalu KUNCI, maka lama kelamaan kita akan menjadi pribadi-pribadi yang “Sabar, Narimo, Eklas Kanti Ngalah, Tresno Welas Asih”.
Ini “Kasunyatan”/Fakta. Bukankah apabila pikiran kita lagi dalam keadaan tidak menentu/atau menerima beban berat lalu kita ingat KUNCI lalu kita resapkan maka rasa tenang sedikit demi sidikit akan menjalar keseluruh tubuh dan lama kelamaan tumbuh rasa tentram didalam diri kita? Lalu mengapa bisa demikian?
Itu tandanya telah “Kumpul Nunggal Suci”, karena KUNCI itu adalah Witing Urip, ya asal-usul dari “Urip” ya MAHA SUCI itu sendiri.
Karena “Urip” itu tidak membutuhkan apa-apa, butuhnya hanya “Tentram”. Tidak seperti “Angan-angan – Budi Pakarti – Panca Indra yang banyak macam kebutuhannya bahkan lebih dari semua yang ada di dunia ini ingin dimilikinya. Maka kalau kita semua sudah benar-benar mau dipimpin oleh “Urip” pasti tata tentrem adanya.
Demikianlah mungkin yang bisa kami sampaikan tentang praktek langsung “Laku Narimo”. Kami sebagai “Kadang” muda mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila ada kurang sopan santun atau kurang berkenan dihati para “Kadang” semua. Kami mohon petunjuk dan arahan dari para “Kadang Sepuh” apabila tulisan kami ini sekiranya ada yang kurang tepat.

Teguh Rahayu Slamet!

Heru Suherno – Tuban.
Jaka Trabas
Posts: 7
Joined: Wed Apr 30, 2008 10:18 pm

Re: Laku " NARIMO "

Post by Jaka Trabas »

Didik P wrote:Rahayu,

Bapak Suprih, Matur Nuwun sanget telah menguraikan dan memberikan contoh laku nya dengan gamblang apa itu yang di sebut dengan Laku Pangumbahing Rogo.

Bapak Suprih Mohon maaf sebelumnya jika di Kapribaden tidak ada istilah Jatah, Takdir dan Karma. Tapi kalau ada bunyi berarti ada bentuk, ada Uni maka ada Ucap, dan kalau ada kata Jatah, Takdir maupun Karma tentunya punya arti dan maksud sendiri dari para Pangrepto tembung (yang menyebut kata ) tersebut. Karena terus terang saya sering mendengar kata-kata ini dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam Bowo Roso Kunci di uraikan bahwa kita tidak hanya mewarisi harta benda dari orang tua atau leluhur kita namun juga mewarisi kesalahan atau keluputan dari orang tua kita, Sebagai anak kita mewarisi keluputan dan kesalahan dari orang tua kita, tanpa kita minta sebelumnya, Maaf jika saya mengambil contoh uraian ini. Kira kira apakah dari ketiga kata yang saya tanyakan diatas mewakili jawaban atas kesalahan dan keluputan yan kita warisi ini.

Kadang dari segi bahasa kita beda namun kadang kala punya kesamaan makna, nah dr situlah saya memberanian diri untuk menanyakan hal tersebut di forum ini.


Mohon maaf jika tidak berkenan



Didik
Didik P wrote:Rayahu,


Bapak Suprih dan Kadhang-kadhang semua yang saya Hormati

Sebenarnya berangkat dari rasa keingintahuan akan fenomena kenyataan hidup sehari-hari tentang kejadian yang beraneka ragam (maneka warna) yang menurut saya pribadi jawabanya masih samar , sehingga saya membawanya ke forum ini


Pada waktu kita dilahirkan di dunia selembar benangpun kita tidak punya, apalagi pakaian, harta, pangkat dsb. Akal dan pikiran belum punya, bahkan namapun belum punya apalagi kepercayaan atau agama jelas belum punya, karena agama perlu diajarkan. Satu –satunya yang mendampingi adalah HIDUP, yang langsung diberikan oleh MOHO SUCI.

Seiring dengan bertambahnya usia, bertambahnya kemampuan fisik, akal, dan pikiran, atau dengan kata lain Angan-angan, budhi pekerti dan indriya nya tumbuh sempurna maka seorang anak manusia akan tertanya tanya kepada dirinya, Orang tuanya bahkan Gurunya atau bahkan langsung kepada HIDUP-NYA jika ia mememukan sesuatu masalah atau hal-hal yang belum ia pahami dan temukan jawabanya.

‘--- Lalu Kenapa di dunia ini ada Orang yang berkedudukan rendah, hidup miskin, sedang yang lain mempunyai kedudukan yang mulia, hidup kaya harta? Mengapa ada yang berumur pendek sedangkan yang lain berumur panjang, Mengapa seseorang ada yang mempunyai fisik yang lemah sedang yang lain memiliki tubuh yang sehat dan kuat, Mengapa ada orang yang terlahir dendan sifat saleh ada juga yang mempunyai kecenderungan criminal, Mengapa ada yang berbakat ahli musik,ahli melukis dll sejak lahir, tapi mengapa ada yang buta, tuli dan cacat sejak lahirnya. Sementara kita sering pula melihat ada anak yang dari kecil, sejak keluar dari rahim ibunya, sudah dimanjakan dengan gelimang harta, kesejahteraan yang jauh diatas rata-rata masyarakat umumnya.’

Apakah arti dari semua ini, Semoga ada Kadhang lain yang bisa share dan berbagi di forum ini



Rahayu,

Didik

Buat: Kadhang Didik P
Yang saya tresnani

Salam Kekadhangan: RAHAYU.
Saya merasa sangat senang sekali, bahwa perkembangan website Kapribaden semakin banyak yang mengakses, selain sebagai sarana komunikasi dan informasi adalah sebagai sarana gosok-ginosok. Dari hari ke hari, setelah saya amati banyak pertanyaan yang disampaikan sangat berbobot dan mengandung makna yang dalam. Memang itulah gunanya gosok-ginosok baik secara langsung maupun tidak langsung, baik yang menggosok dan yang tergosok sebenarnya saling semakin jernih.

Seperti yang telah disampaikan oleh Kadhang Didik P yaitu perihal istilah: Jatah, Takdir dan Karma yang tentunya mempunyai arti serta makna tersendiri baik yang tersirat maupun yang tersurat dalam kehidupan sehari-hari. Saya akan mengajak Kadhang Didik P untuk bersama-sama menyelami makna kata tersebut, baik secara vertikal maupun horizontal, secara gelar maupun gulung, secara luar maupun dalam.
Seperti telah kita ketahui bahwa nenek-moyang kita dalam merangkai “pangrepto tembung” selalu mengandung makna tidak hanya horizontal saja akan tetapi lebih utama adalah ke vertikal. Seperti istilah: Jodoh-Rejeki-Mati semuanya adalah sudah kehendak dari Moho Suci, namun kita juga wajib berusaha dan sudah sejauh mana untuk ngupadhi yaitu berusaha semaksimal mungkin, meskipun semuanya sudah ada yang mengatur-Nya.

Kembali kepada istilah: Jatah, Takdir dan Karma. Istilah Jatah sendiri mempunyai arti yang sangat luas maknanya, tergantung istilah itu akan dibawa dan diarahkan kemana? Jatah (bahasa Jawa) sendiri tentunya berbeda dengan “hak atau milik”. Maka istilah Jatah pada setiap individu akan saling berbeda. Seperti leluhur kita, arti istilah Jatah selalu digunakan dalam arti ke dalam, yaitu yang berhubungan dengan spiritual. Maka Jatah dapat dihubungan dengan Titi-wanci yang memang sudah waktunya, dan waktu seperti itu sudah ditentukan oleh Moho Suci. Uwis pesthiné, uwis wayahé, uwis wanciné, dan harus terjadi karena sudah titi-wanciné.
Sedang Takdir masih banyak orang keliru dalam mengartikan dengan nasib. Seperti diri kita, bahwa diri kita oleh Moho Suci diciptakan menjadi manusia, dan kita tidak dapat menolak atas kehendak-Nya. Jadi Takdir adalah kehendak dari Moho Suci, dan kita tidak dapat mengingkarinya.
Dan Karma menurut arti yang sesungguhnya bukanlah sebagai pewaris kesalahan atau keluputan, atau napsu-napsu, atau perbuatan negativ. Banyak orang mengartikan karma adalah hasil perbuatan yang selalu berhubungan dengan sifat negativ, terjadinya antara sebab-akibat, bahkan kutukkan dari Tuhan. Karma kalau diibaratkan adalah sebuah cermin, maka kalau seseorang berperilaku negativ maka hasilnya juga negativ (buruk). Demikian sebaliknya kalau ia berbuat positiv maka hasilnya akan positiv (baik). Dan setiap perbuatan, masing-masing mempertanggungkan jawabannya kepada Tuhan.

Dalam Kunci tidak pernah diuraikan “bahwa kita tidak hanya mewarisi harta benda dari orang tua atau leluhur kita namun juga mewarisi kesalahan atau keluputan dari orang tua kita”. Kunci tidak bisa diuraikan karena Kunci adalah Gaib. Kunci adalah Urip. Maka semakin diuraikan, maka semakin kesasar jauh dan tidak berarti. Seperti pangandikané Romo Semono, Kunci bila diumpakan roti maka tinggal ngemplok waé karena rotinya tidak bisa dipretheli kembali, (iki lho teriguné, iki lho gulané). Kapribaden tidak pernah menguraikan Kunci.
Dalam Laku Kasampurnan Manunggal Kinantenan Sarwo Mijil, maka setiap akan bertindak atau berbuat apapun maka jangan lupa Mijil dahulu. Dengan Mijil dahulu, raga akan diberi petunjuk, diberi penerang, diberi tuntunan oleh Uripnya yang hasilnya pasti baik dan benar. Tandanya baik dan benar adalah dapat memberikan ketenteraman terhadap diri sendiri maupun kepada orang lain. Karena raga akan selalu nurut dan nuruti oleh kehendak Urip, maka akan dihindarkan dari Luput. Karena selalu dihindarkan dari luput, maka terjadilah tenteram. Tenteram sejati adalah tidak ada rasa gembira (bungah) dan tidak ada rasa sedih. Jadi rasa tenteram itu tidak ada rasa apa-apa, baik rasa gembira maupun rasa sedih. Jadi tenteram tidak terpengaruh adanya sebab akibat, yang kemudian ada istilah karma. Bila Putro Romo menjalani Laku Kasampurnan Manunggal Kinantenan Sarwo Mijil (Kunci, Asmo, Mijil, Singkir, Paweling) dan laku pangumbahing raga (Sabar, Narimo, Ngalah, Tresno welas lan asih marang opo lan sopo wae; Ikhlas) maka kebahagiaan sejati akan didapat. Bahkan ngendikané Romo Semono, kebahagian sejati yang demikian tidak akan habis sampai tujuh turunan. Selanjutnya terhindar dari istilah karma. Dalam unén-unén Kunci, ada kata “Luput”. Luput yang dimaksud adalah luputé dhéwé. Jadi bukan luputé orang tua, bukan luputé eyang, bukan luputé bojo, bukan luputé anak, bukan luputé cucu, bukan luputé buyut, dan juga bukan luputé liyan, akan tetapi luputé dhéwé.

Demikian uraian singkat dari saya, semoga berguna. Teguh, Rahayu, Slamet.


Anggoro Kasih, 7 April 2009

Dari
(Djoko Trabas)
ssuhartono
Posts: 71
Joined: Mon Apr 14, 2008 5:08 pm

Re: Laku " NARIMO "

Post by ssuhartono »

Rahayu,

Terimakasih saya sampaikan kepada Kadhang Joko Trabas yang telah menyampaikan Pandangannya berkaitan dengan istilah : Jatah, Takdir dan Karma yang ditanyakan oleh Kadhang Didik P.
Kita telah diingatkan juga oleh Kadhang Joko Trabas bahwa Kunci tidak bisa diuraikan, ibarat kue tinggal makan saja tidak perlu dipikir/dipisahkan lagi gulanya berapa? tepungnya berapa? campuran airnya berapa? masaknya pakai apa? dll.
Apabila ada yang ingin menambahkan pandangannya, pengalamannya dalam menjalani Laku Sabar, Laku Narimo, Laku ngalah, Laku Tresno Welas Asih kepada apa saja dan siapa saja, Laku Ikhlas dipersilahkan sehingga menambah tekad dan kesungguhan kita dalam menjalani Laku Pangumbahing Rogo tersebut.

Rahayu,
Suprih Suhartono
Post Reply